28/12/12

Natal





N A T A L

Natal pada hakekatnya senantiasa membawa pembaharuan di dalam kehidupan umat manusia di dunia ini. Natal menurut Martin Luther adalah mujizat terbesar di sepanjang sejarah umat manusia. Sebab di dalam peristiwa natal itu, satu mujizat paling akbar telah terjadi. Allah menjadi manusia dan Dia tinggal bersama dengan kita. Ia diberi nama Imnanuel. Natal yang sederhana, telah terjadi lebih dari dua ribu tahun yang lalu itu. Natal yang dilakukan manusia sekarang ini, jadi sangat berbeda dengan tujuannya semula. Sekarang Natal telah jadi bisnis yang menggiurkan bagi para pedagang di seantero dunia.

Tatkala bisnis mengambil peran di dalam perayaan Natal, maka hakekat Natal itu sendiri pun jadi hilang. Tinggallah hanya perayaannya yang semarak dan menghasilkan keuntungan yang segudang. Dimanakah tempat Kristus yang kelahirannya dirayakan dalam natal bisnis dari para pedagang? Bukankah barang dagangan yang menjadi sorotan utama? Rasa-rasanya semua pedagang mempergunakan kesempatan itu untuk menjual sebanyak mungkin barang dagangan mereka melalui perayaan Natal.

Natal pun dirayakan oleh sekelompok masyarakat tertentu. Natal  bagi kelompok masyarakat ini pun membawa pembaharuan dalam tradisi mereka. Diceriterakan orang, di negeri sakura sekalipun, natal dirayakan, kartu Natal pun beredar di seantero negeri. Natal membawa perubahan tradisi di negeri Sakura. Tetapi Kristus yang dirayakan kelahiran-Nya itu, entah ada atau tidak dalam hati dari tiap orang yang mengirimkan kartu Natal dengan ucapan selamat hari Natal. Mereka tidak mengenal Kristus, tetapi merayakan hari kelahiran-Nya. Apakah masih dapat dikatakan mereka merayakan hari kelahiran-Nya? Bukankah mereka tidak mengenal Dia! Jadi natal bagi mereka mungkin bukan perayaan kelahiran Kristus! Mereka hanya menduplikasi apa yang lazim di negeri barat sana!

Di negeri barat, Natal begitu semarak dirayakan orang. Namun mungkin Tuhan tidak ada di dalam tradisi mereka. Lihatlah lagu Natal yang sangat mendunia: Jingle Bells, White Christmas, Santa Claus is Coming to Town. Tak satu pun dari lagu itu yang berceritera tentang Tuhan yang lahir dan dirayakan kelahiran-Nya pada Natal tersebut. Orang mengira nyanyian itu adalah lagu Natal, lagu yang membicarakan Kristus yang lahir di kandang domba di Betlehem dua ribu tahun yang lalu. Ternyata tidak! Lagu itu memang Christmas Carol. Tetapi Christmas yang tidak ada sangkut pautnya dengan Kristus sendiri.

Ironisnya, Gereja pun menganggap demikian, sehingga ada satu paduan suara yang menyanyikan lagu: Merry Christmas dalam satu ibadah Natal resmi yang diselenggarakan Gereja tersebut. Hati saya sedih, sebab kisah yang kudengar di dendangkan dalam lagu itu ialah: selamat hari natal, lalu orang tersebut berceritera tentang makanan lezat dari ayam turkey dan juga berceritera tentang mistle toe yang tidak dikenal Alkitab dan juga tidak aku kenal di sepanjang hidup ini. Menyedihkan memang! Natal tidak lagi ada di sekitar bayi mungil Betlehem yang sangat sederhana itu.

Natal di tanah Batak tatkala aku kecil, itu pun identik dengan pakaian baru dan pohon terang yang menjadi hiasan di tiap rumah. Lalu ibu-ibu sibuk memasak kue yang pada waktu itu setiap rumah punya kewajiban untuk membuat kue yang namanya: kembang loyang. Tiada Natal tanpa kue tersebut. Anak-anak merayakan pesta natal dan mengucapkan ayat-ayat liturgi. Menyanyikan lagu: pohon terang, pohon terang...” dan lain sebagainya. Dimanakah Kristus yang lahir itu dalam perayaan masyarakat dulu dan sekarang? Bukankah tekanan utama sudah terletak dalam perayaan? Jadi tidak ada lagi perenungan dalam ibadah tersebut, tidak ada lagi sukacita yang luar biasa seperti yang dialami oleh ketiga orang majus tatkala meninggalkan kandang domba di Betlehem.

Natal yang dilaporkan Alkitab sungguh sangat sederhana. Tidak ada sorak sorai, tidak ada nyanyian para bala tentara surga. Suasana hening di tengah malam yang sunyi itu, hanya disertai ternak yang menyaksikan Sang Putra Allah datang ke dunia ini. Namun kedatangannya menghasilkan perubahan yang sangat nyata hingga sekarang, setelah ribuan tahun masa yang dilalui Natal pertama itu. Joseph Mohr menggambarkan suasana itu dalam keheningan malam, sebagaimana disuarakan nyanyian yang mendunia ini:

Malam kudus, sunyi senyap, dunia terlelap.
Hanya dua yang tinggal terus,
ayah bunda mesra dan kudus,
 Anak tidur tenang, Anak tidur tenang.

Gambaran suasana yang sangat hening dan tentunya mereka merenungkan apa makna dari peristiwa itu di dalam hidup mereka. Maria disebut Alkitab merenungkan perkataan malaikat itu setelah ia ditinggalkannya. Natal di dahului minggu Advent. Minggu yang mengingatkan kita akan kedatangan Yesus yang kedua kalinya sebagai Hakim Yang Agung. Ia datang sebagaimana kita utarakan dalam Pengakuan Iman Rasuli: “Untuk menghakirmi orang yang hidup dan yang mati”. Natal adalah saat untuk merenungkan makna kedatangan Kristus itu dalam konteks kedatangan-Nya yang kedua kalinya. Jadi natal harusnya sepi dari hiruk pikuk dunia. Natal warna kentalnya adalah kesederhanaan.

Tetapi manusia tidak puas dengan yang sederhana. Kita ingin semarak dan kegemerlapan suasana. Itulah sebabnya natal sekarang jadi hingar bingar. Aku bertanya di dalam hati: “jangan –jangan Tuhan sudah berfirman seperti disuarakan-Nya melalui Nabi Amos: “Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Jauhkanlah dari pada-Ku keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar. Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir” Amos 5:22-24.

Nyanyian kita dalam merayakan natal sungguh sangat merdu, persembahan pun sungguh sangat banyak dipersembahkan orang dalam merayakan natal. Pengalaman dari melihat laporan pemasukan keuangan di Gereja di bulan Desember menunjukkan bahwa pada masa Natal dan tahun baru, persembahan jemaat sungguh meningkat sangat fantastis. Pengurus Gereja tentunya sangat senang dengan hal itu. Tetapi apakah Tuhan senang? Nabi Yesaya juga menyuarakan hal yang sama: “Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku. Kalau kamu merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan pertemuan-pertemuan, Aku tidak tahan melihatnya, karena perayaanmu itu penuh kejahatan. Perayaan-perayaan bulan barumu dan pertemuan-pertemuanmu yang tetap, Aku benci melihatnya; semuanya itu menjadi beban bagi-Ku, Aku telah payah menanggungnya” Yes 1:13-14.

Sungguh sangat menyedihkan. Tuhan muak dengan perayaan orang beriman. Tuhan tidak menyukai persembahan dari mereka yang menyebut dirinya umat Tuhan. Mengapa? Karena Tuhan tidak menemukan apa yang diharapkannya ada di dalam perayaan umat-Nya itu, yakni keadilan dan kebenaran sebagaimana disuarakan Nabi Amos. Atau seperti yang dimintakan oleh Nabi Yesaya: “Usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda”.

Ada sebuah kisah dalam tradisi saudara kita muslim yang berisikan pengajaran Tuhan Yesus. Alkisah tatkala orang Israel berada di gunung Sinai, Allah berfirman kepada Musa, Ia akan datang ke perkemahan mereka tatkala sholat Jumat diadakan. Musa memberitahukan hal itu kepada umatnya. Tatkala mereka sedang mempersiapkan sholat jumat, Musa meminta agar seluruh kaum pria membawa air untuk dipakai sebagai air wudhu. Musa pun turut membawa air. Pada waktu ia sedang membawa ember berisi air, ada seorang lelaki tua yang meminta agar air itu diberikan kepadanya. Musa mengatakan air itu akan dipakai untuk menunaikan sholat. Jadi cari saja air untuk saudara sendiri. Waktupun berlalu. Ternyata Tuhan tidak hadir. Setelah sholat selesai, Tuhan datang menjumpai Musa. Musa bertanya mengapa Tuhan tidak datang? Jawaban Tuhan, Ia akan datang jumat depan.

Peristiwa yang sama pun terjadi pada hari Jumat depannya. Musa tetap menolak permintaan dari orang tua yang minta air tersebut. Kejadian ini berlangsung sampai tiga kali. Musa komplain kepada Tuhan karena ketidakhadirannya itu. Lalu Tuhan menjawab: tiga kali aku datang mengunjungimu di tiga Jumat, pas pada waktu mau sholat, Aku minta air padamu, tetapi engkau tidak mau memberikannya kepada-Ku. Apa yang tidak engkau beri kepada orang tua itu, tidak engkau beri juga pada-Ku. Ungkapan terakhir ini disuarakan Yesus dalam Injil Matius 25:45.

Hal yang sama dapat terjadi di dalam perayaan natal yang kita adakan. Tuhan kita tolak di dalam perayaan natal yang kita lakukan. Kita menyebut perayaan itu untuk Tuhan, tetapi ironis sekali, Tuhan sendiri kita tolak di dalam perayaan yang diperuntukkan bagi Dia. Mengingat hal itu, di relung hati ini hadir kembali sebuah kisah yang ditemukan dalam Our Daily Bread beberapa tahun yang lalu. Ada seorang anak kecil sedang memperhatikan etalase sebuah toko. Ia tidak mengenakan sepatu, juga kedinginan. Seorang ibu mendekati dia dan bertanya: “rekan kecil, mengapa engkau menatap begitu rupa ke dalam etalase tersebut?” anak kecil itu berkata: “Aku sedang meminta kepada Allah, agar memberikan kepadaku sepasang sepatu itu!”

Ibu tadi memegang tangan anak kecil tersebut dan menuntun masuk ke dalam toko. Ia meminta kepada pramuniaga untuk memberikan kepadanya setengah lusin kaos kaki dan sepasang sepatu. Ibu itu membawa anak tersebut ke belakang toko dan membersihkan kakinya yang kotor dan mengeringkan dia dengan handuk. Pramuniaga telah menyediakan apa yang dia minta. Ia mengenakan sepatu yang dia beli kepada anak tersebut, juga memberikan kaos kaki yang masih sisa kepadanya. Setelah semua selesai, ibu itu berkata: “Sekarang engkau sudah enakan bukan, rekan kecil?” Ia pun meninggalkan anak tersebut. Dalam keheranannya atas perbuatan ibu tadi, anak kecil itu meraih tangan sang ibu seraya memandang wajah ibu tersebut dengan air mata yang berurai, ia menjawab pertanyaan ibu itu dengan mengajukan pertanyaan pula: “Are you God’s wife?”

Alangkah indahnya tatkala Natal dirayakan orang Kristen, kehadiran Tuhan Yesus senantiasa menyertai perayaan tersebut. Orang berjumpa dengan dia di dalam dan melalui perayaan tersebut. Dunia memang tidak dapat dilarang untuk tidak merayakan natal dengan tujuan lain. Tetapi seyogianya orang Kristen tidak turut ambil bagian di dalam merayakan natal sebagaimana dunia merayakannya. Bukankah firman Allah mengatakan agar kita tidak serupa dengan dunia ini?

Mungkin harapan ini akan menjadi harapan kosong belaka. Karena dunia telah merasuki kita dengan impiannya. Sehingga kita tidak lagi dapat melihat kemuliaan Allah yang nampak di dalam wajah Kristus yang sangat sederhana. Memang, apa yang diberikan Tuhan, tidak sama seperti apa yang diberikan dunia ini. Dunia menawarkan kegemerlapan yang semu. Namun itu yang sangat dinikmati orang banyak. Mengapa? Mereka tidak lagi dapat melihat kemuliaan surgawi, disebabkan mata hati mereka telah dibutakan oleh ilah zaman ini. Demikian rasul Paulus katakan dalam surat Korintus.

Namun bagi orang pilihan, "Dari dalam gelap akan terbit terang!", Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus” II Kor 4:6.
Selamat Hari Natal! Kemuliaan bagi Allah di tempat yang  maha tinggi, damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya. 

Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...