29/06/12

Syafaat


Syafaat 

Mazmur 80:1-7       

80:1 Untuk pemimpin biduan. Menurut lagu: Bunga bakung. Kesaksian Asaf. Mazmur.
80:2 Hai gembala Israel, pasanglah telinga, Engkau yang menggiring Yusuf sebagai kawanan domba! Ya Engkau, yang duduk di atas para kerub, tampillah bersinar
80:3 di depan Efraim dan Benyamin dan Manasye! Bangkitkanlah keperkasaan-Mu dan datanglah untuk menyelamatkan kami.
80:4 Ya Allah, pulihkanlah kami, buatlah wajah-Mu bersinar, maka kami akan selamat.
80:5 TUHAN, Allah semesta alam, berapa lama lagi murka-Mu menyala sekalipun umat-Mu berdoa?
80:6 Engkau memberi mereka makan roti cucuran air mata, Engkau memberi mereka minum air mata berlimpah-limpah,
80:7 Engkau membuat kami menjadi pokok percederaan tetangga-tetangga kami, dan musuh-musuh kami mengolok-olok kami.

                                               
Pemazmur berdoa untuk keselamatan bangsanya. Marilah kita belajar dari pemazmur ini bagaimana sebaiknya kita menaikkan syafaat bagi persekutuan kita. Pemazmur menyebut TUHAN sebagai gembala Israel. Sangat jelas di sini pemahaman pemazmur tentang keberadaan Israel di hadapan Allah. Israel adalah milik Allah, sama seperti domba adalah milik gembala. Pemamur juga mengungkapkan karya lain dari Allah yang dia percayai. Ia mengatakan bahwa Allah telah mengiring Yusuf sebagai domba. Di sini kita melihat nama untuk Israel disebut Yusuf.

Pemazmur melihat keberadaan Israel masih di dalam perbudakan di Mesir. Orang Mesir di zaman Yusuf tentunya me ngenal orang Israel itu dengan sebutan keluarga Yusuf. Dengan sebutan itu, pemazmur melihat, jauh sebelum Israel dibebaskan dari Mesir, Allah telah menggembalakan mereka. Sebelum pemazmur mengutarakan permohonannya, ia lebih dahulu mengutip apa saja yang diperbuat Allah bagi mereka di masa lalu. Perbuaan Allah di masa lalu adalah argumen yang paling handal bagi orang beriman di dalam mengajukan pernohonannya di hadapan Allah.

Setelah mengenang perbuatan Allah di masa lalu, pemazmur melihat Allah di masa sekarang. Ia melihat Allah yang bertahta di antara para kerub. Bagi kita sekarang ini, kita juga dapat melihat Allah yang duduk di tahta kasih karunia. Penulis surat Ibrani mengajak kita untuk datang ke tahta itu dengan penuh keberanian. Cf Ibr 4:16. Jika penulis surat Ibrani mengatakan bahwa kita akan mendapatkan pertolongan, maka pemazmur ini pun sadar bahwa mereka akan mendapatkan pertolongan. Itulah sebabnya ia meminta agar Allah bersinar bagi umat-Nya Israel.

Menarik untuk disimak di sini pemazmur menyebut nama untuk Israel dengan hanya menyebut suku Efraim, Benyamin dan Manasye. Ketiga suku ini berasal dari Rahel isteri yang dikasihi Yakub. Dalam pergumulan hidup, kita dapat mengedepankan para kekasih Allah sebagai satu argumen di hadapan-Nya. Setelah itu, pemazmur menaikkan permohonan kepada Allah yang dikenalnya dalam ungkapan yang di atas. Ia berkata: “Bangkitkanlah keperkasaan-Mu dan datanglah untuk menyelamatkan kami. Ia melanjutkan permohonannya dengan meminta agar Tuhan memulihkan keberadaan mereka dengan jalan Tuhan membuat wajah-Nya bersinar atas mereka. Itu artinya Allah kembali bergirang atas umat-Nya itu. Kegirangan Allah atas mereka menjadi keselamatan mereka sendiri.

Dengan keyakinan akan datangnya keselamatan dari Allah, maka pemazmur mengatakan: “Berapa lama lagi murka-Mu menyala-nyala, berapa lama lagi kami makan roti cucuran air mata. Maksudnya makan sambil diwarnai air mata kesedihan. Berapa lama lagi Allah membuat umat-Nya menjadi percideraan tetangga dan menjadi olok-olokan bagi para tetangga tersebut. pemazmur mengatakan hal tersebut di hadapan Allah, oleh karena dia sudah punya kepastian akan keselamatan yang akan diberikan Allah atas mereka. Itulah sebabnya ia mengajukan pertanyaan berapa lama. Pengalaman pemazmur ini dalam menaikkan doa syafaatnya dapat kita tiru untuk berdoa bagi Gereja kita. Ya Tuhan berapa lama lagi jemaat-Mu tidak punya tempat beribadah?

28/06/12

Keluhan


Keluhan

Nas bacaan: Mazmur 79:1-13     
                                                           
Sangat menarik untuk merenungkan Kitab Mazmur, sebab di dalamnya kita melihat suara iman kepada Allah dalam segala keadaan. Dalam nas kita hari ini, seorang saleh di kalangan Israel mengeluh kepada Allah oleh karena bangsa yang tidak mengenal Dia menajiskan Bait Kudus Allah yang ada di Yerusalem. Kita tahu Bait Allah itu terdiri dari tiga bagian. Ada tempat di sana dimana hanya imam yang boleh masuk ke sana, karena tempat itu adalah kudus adanya. Sekarang bukan imam lagi yang masuk ke sana, tetapi bangsa yang dikategorikan najis. Oleh karena itu, pemazmur mengeluh di hadapan Allah. Mengapa Allah membiarkan tempat kudus-Nya dinajiskan oleh orang yang tidak mengenal Dia?

Pemazmur juga mengeluh terhadap tindakan orang fasik itu. Bagi orang Israel jasad adalah sesuatu yang dihormati. Mereka  membalsem jasad orang yang meninggal. Tetapi orang Kasdim memberikan mayat orang Israel menjadi makanan burung-burung. Mengapa Allah membiarkan hal tersebut? Menarik di sini, pemazmur tidak menyinggung keberdosaan bangsanya di hadapan Allah. Ia hanya mendasarkan permohonannya pada kebrutalan musuh terhadap bangsanya. Bagaimana bangsanya menjadi bahan olok-olok dan cemooh para tetangga. Bukankah mereka adalah umat Allah?

Oleh karena itu pemazmur bertanya: “Berapa lama lagi, ya TUHAN Engkau murka terus-menerus, kecemburuan Allah karena keberdosaan umat itu kapankah akan surut? Sama seperti pemazmur lain dalam Mzm 130 mengatakan bahwa pada Allah mereka ada pengampunan. Itulah mereka sebabnya berani untuk berharap. Pemazmur ini pun berharap bahwa kecemburuan Allah pun akan surut. Jika hal tersebut sudah tiba, maka akan tibalah masanya, Allah pun akan menumpahkan amarah-Nya bukan lagi kepada umat Israel, tetapi kepada musuh yang telah menajiskan Bait Kudus-Nya. Mereka yakin bahwa Allah tidak akan melupakan tindakan musuh itu yang menajiskan Bait Allah Semesta Alam.

Pemazmur pun mengutarakan kepada Allah bahwa bangsa itu akan sirna dari muka bumi ini, jika Allah tidak bertindak. Ini adalah sebuah argumen dari orang beriman yang tahu pasti bahwa bangsa itu tidak akan pernah sirna dari muka bumi ini, sebab Allah telah memilih mereka sebagai milik-Nya sendiri. Bagaimana mungkin umat kepunyaan Allah sirna dari muka bumi. Dengan alasan seperti itu, pemazmur mengemukakan doanya: janganlah perhitungkan kepada kami kesalahan kami.

Sebuah contoh doa syafaat diperhadapkan kepada kita. Satu pelajaran yang sangat berharga. Argumen argumen lain masih kita dapatkan dalam mazmur ini, dimana hal tersebut akan menjadi renungan bagi kita di esok hari. Satu hal yang menjadi pegangan yang berharga bagi kita ialah: jika pemazmur dapat mengutarakan hal seperti itu di hadapan Allah, bahkan dicatat sebagai firman Allah bagi kita, maka dengan penuh keyakinan kita dapat mengatakan bahwa kita pun dapat menaikkan doa syafaat seperti yang dinaikkan oleh pemazmur ini.

Setelah mengutarakan berbagai argumennya dan alasan-alasannya dalam mengajukan permohonan, sekarang ia mengajukan sebuah petisi kepada Allah. Petisi adalah sebuah permohonan resmi kepada penguasa. Pemazmur sadar bahwa Allah adalah penguasa dalam alam semesta, tetapi lebih khusus lagi, Ia adalah pemilik dari bangsa yang sedang mengalami penindasan ini.

Pemazmur langsung memohon pertolongan TUHAN. Ia menambahkan dalam permohonannya bahwa Allah itu adalah penyelamat mereka. Karena nama-Nya adalah penyelamat, maka tentulah mereka akan diselamatkan. Pemazmur menambahkan lagi, biarlah Allah menyelamatkan mereka demi kepentingan Allah sendiri, yakni kemuliaan Allah sendiri. Bukankah mereka adalah milik-Nya? Bagaimana mungkin Ia membiarkan milik-Nya sendiri dikuasai orang lain? Sebuah argumen yang luar biasa di hadapan Allah. Kita pun dapat meniru pemazmur dalam menaikkan permohonan kepada Allah dengan cara seperti ini.

Pemazmur masuk lebih  jauh lagi dalam hal kepentingan Allah di dalam umat-Nya. Pemazmur mengatakan: “Mengapa bangsa-bangsa lain boleh berkata: ‘Di mana Allah mereka?’ Hal ini diungkapkan orang, karena tidak adanya penolong yang menyelamatkan mereka dalam kesusahannya. Pertanyaan itu pada hakekatnya ditujukan kepada Allah bangsa Israel. Oleh karena itu pemazmur memohon agar Allah menampakkan diri kepada bangsa-bangsa itu dengan jalan melepaskan mereka dari penindasan.

Oleh karena itu pemazmur mengharapkan agar mereka dapat melihat pembalasan Allah terhadap darah orang Israel yang ditumpahkan oleh para penindas. Untuk itu pemazmur berharap agar petisi yang disampaikannya kepada Allah demi kepentingan dari orang-orang yang ditahan dan dibinasakan oleh musuh yang menindas mereka. Dia sangat rindu mereka yang ditentukan untuk dieksekusi oleh musuh dapat menikmati kehidupan kembali. Demi mereka pemazmur menaikkan petisinya.

Sebagai orang yang mengalami derita karena penindasan, adalah sangat wajar jika berharap TUHAN akan membalikkan kepada penindas apa yang mereka rancangkan untuk dilaksanakan bagi kalangan yang mereka mau tindas. Pemazmur berharap agar Allah melakukan hal tersebut kepada musuh mereka. Pemazmur memang tidak seperti Tuhan kita Yesus Kristus yang mendoakan orang yang menganiaya Dia. Tetapi dari sudut pandang manusia. Permohonan pemazmur ini adalah sangat wajar. Bukankah Allah memang akan menghukum segala kejahatan manusia terhadap sesamanya?

Jika TUHAN membebaskan mereka sebagaimana diharapkan, maka mereka akan bersorak sorai memuji Tuhan dan bersyukur kepada-Nya untuk selama-lamanya. Perbuatan-Nya yang membebaskan mereka dari penindasan akan diberitakan turun temurun, sehingga generasi yang akan datang memahami bahwa Allah mereka adalah Allah yang sungguh menggembalakan mereka dengan baik. Mereka akan dituntun ke dalam padang rumput yang hijau dan segar.


27/06/12

Persekutuan




P E R S E K U T U A N
Kata Gereja kita serap dari bahasa Portugis, yakni Igreya. Orang Portugis menyerap kosa kata itu dari bahasa Spanyol. Kosa kata itu dalam bahasa Spanyol adalah Iglesias. Orang Spanyol menyerap kata itu dari bahasa Yunani, yakni: ekklesia. Kata ekklesia dalam bahasa Yunani terdiri dari dua kata, yakni ek dan kaleo. Ek artinya keluar, sementara kaleo artinya dipanggil. Jadi pada dasarnya kata ekklesia artinya ialah: orang-orang yang dipanggil keluar. Istilah itu sudah ada sebelum Gereja Tuhan didirikan di dunia ini. Orang Yunani yang direkrut menjadi serdadu dan dikumpulkan di dalam satu asrama di sebut dengan istilah ekklesia.
Tuhan Yesus mengambil alih istilah itu dan menerapkannya kepada semua orang yang percaya kepada-Nya dari seantero dunia ini. Mereka ini adalah orang-orang yang dipanggil keluar dari dunianya, keluar dari masyarakatnya, lalu dipersatukan dalam satu tujuan hidup yang baru, yakni hidup untuk Kristus Tuhan yang telah memanggil mereka. Kata orang, serdadu Romawi (petrorian) memiliki satu tujuan hidup, yakni: mati untuk kaisar. Orang Kristen yang dikumpulkan Yesus ini pun punya satu tujuan hidup, sebagaimana telah diutarakan di atas. Mereka tidak lagi hidup untuk diri sendiri, tetapi hidup untuk Tuhannya. Demikian Paulus mengatakannya: “Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka” II Kor 5:15.
Alkitab memberi nama yang cukup banyak untuk sebutan bagi Gereja. salah satu dari sekian banyak itu, Paulus mengutarakannya dengan sebutan tubuh Kristus. Dengan istilah ini, kita memahami bahwa Gereja adalah satu persekutuan yang organis sifatnya. Tubuh hanya satu, tetapi ia punya banyak anggota. Jika kita melihat lebih detil, maka tubuh terdiri dari triliunan sel. Masing-masing anggota tubuh itu dipersatukan satu sama lain oleh sistim saraf. Tidak satu pun dari anggota itu yang tidak tergantung terhadap sesama anggota tubuh lainnya.
Tubuh adalah analogi yang dibuat Alkitab untuk mengajarkan kepada kita bahwa manusia yang hidup di dunia ini berada di dalam satu persekutuan. Kata persekutuan di dalam bahasa Yunani ialah: koinonia. Kata itu dapat diterjemahkan dalam kosa kata modern sekarang ini: go public. Milik umum, milik bersama, itulah makna dari persekutuan. Gereja Purba sebagaimana dituturkan Kitab Kisah Para Rasul, memiliki persekutuan dimana tidak ada seorang pun yang mengatakan bahwa harta itu adalah milik perorangan, tetapi semuanya adalah milik bersama. Itulah persekutuan.
Tatkala Musa mengikat perjanjian dengan bangsa Israel di Kadesy Barnea, Musa mengatakan: “Bukan hanya dengan kamu saja aku mengikat perjanjian dan sumpah janji ini, tetapi dengan setiap orang yang ada di sini pada hari ini bersama-sama dengan kita, yang berdiri di hadapan TUHAN, Allah kita, dan juga dengan setiap orang yang tidak ada di sini pada hari ini bersama-sama dengan kita” Ul 29:14-15. Menarik untuk menggarisbawahi pernyataan Musa ini. Ada orang yang tidak hadir pada waktu itu, tetapi ia turut ambil bagian dalam perjanjian tersebut. Mengapa ia turut ambil bagian dalam perjanjian itu pada hal ia tidak hadir. Lagi pula, totalitas orang Israel pada waktu itu hadir di sana.
Berdasarkan buku History of The Jew, seluruh orang Yahudi dan keturunannya, hadir di dalam perjanjian di Gunung Sinai itu. Perjanjian itu diulang lagi di zaman Ezra dan Nehemia. Persekutuan yang ada di hadapan Allah di Gunung Sinai itu dimensinya mencakup totalitas orang Yahudi yang pernah hidup di dunia ini di sepanjang zaman. Itulah persekutuan orang Yahudi di hadapan Allah.
Ada satu lagi yang perlu kita renungkan di sini. Penulis surat Ibrani mengatakan bahwa Lewi turut mempersembahkan perpuluhan kepada Melkisedek bersama Abraham leluhurnya. Pada hal, Lewi pada waktu itu belum lahir. Argumen penulis surat Ibrani ialah: ia ada di dalam tubuh leluhurnya itu (Ibr 7:9). Ini adalah wujud persekutuan yang kita bicarakan di atas. Bapa hidup di dalam anak, anak hidup di dalam bapa.
Sekarang kita lihat dalam konteks iman Kristen. Kita sudah katakan di atas, Gereja adalah tubuh Kristus. Tubuh Kristus hanya satu, Ia sendiri adalah kepala dari tubuh, sementara kita adalah anggotanya. Jika demikian keanggotaan dari tubuh Kristus yang satu itu, tidaklah hanya orang Kristen yang ada sekarang hidup di dunia ini, melainkan seluruh totalitas orang percaya yang telah mendahului kita, juga mereka yang akan lahir ke dalam dunia ini di dalam Yesus Kristus. Saya adalah salah satu dari sekian banyak anggota keluarga Allah di dalam Kristus, yang berasal dari segala etnik, suku, kaum dan bahasa, di segala zaman. Itulah persekutuan Kristen.
Kristus adalah kepala dari tubuh. Paulus mengatakan bahwa di dalam Dia, segala sesuatu yang ada di  sorga dan di bumi dipersatukan. Itulah rencana Allah dari sejak semula. Jika persekutuan orang Yahudi didasarkan pada perjumpaan bangsa itu dengan Allahnya di Gunung Sinai, persekutuan Kristen dimulai di Golgatha, tatkala Kristus disalibkan di sana. Paulus mengatakan :”Aku telah disalibkan bersama Kristus namun aku hidup...” Melalui babtisan, kita dipersatukan dengan Kristus yang disalib, dikuburkan. Bukan hanya itu, kita juga bangkit bersama dengan Dia, didudukkan bersama dengan Dia di sorga. Hal ini disuarakan Paulus dalam suratnya kepada Roma dan Filipi (Rom 6:3-4, Flp 2:6).
Di sini kita menemukan dua ranah tempat persekutuan dimulai. Gunung Sinai untuk orang Yahudi, dan Bukit Golgatha orang umat manusia di luar orang Yahudi. Mereka menyebutnya dengan istilah: goyim. Kedua persekutuan yang diikat Tuhan dengan umat manusia itu dimensinya bersifat kekal. Berbicara dalam konteks persekutuan, nama Allah disebut dalam PL adalah Yahweh Zebaoth. Nama ini diterjemahkan Alkitab: Tuhan Semesta Alam. KJV menerjemahkannya dengan Lord of Host.
Tidak akan ada host tanpa tamu-tamunya. Itu sebuah fakta. Jika host hadir, itu berarti para tamunya pun ada bersama dengan dia. Hal seperti itu dapat diterapkan kepada Allah kita. Jika Allah hadir, maka pasukan-Nya pun ada bersama dengan Dia. Jika Kristus hadir, maka seluruh anggota tubuh-Nya pun hadir di dalam kehadiran-Nya itu. Inilah sebuah fenomena iman yang sangat indah menurut hemat saya secara pribadi.
Allah hadir di dalam hidup saya. Bahkan Ia tinggal di dalam diri saya, sebab Ia telah membuat hidup saya menjadi Bait-Nya yang kudus. Jika Ia hadir bersama dengan seluruh pasukan-Nya, maka saya disertai oleh seantero orang beriman di segala zaman dan masa. Itu berarti segala kuasa yang ada di sorga dan di bumi menyertai saya di dalam perjalanan hidup ini. Bukankah Yesus sendiri mengatakan hal itu di dalam Amanat Agungnya?
Jika saya melihat bahwa perjalanan hidup ini bukanlah perjalanan hidup saya semata-mata, melainkan perjalanan hidup bersama Tuhan yang hadir di dalam hidup ini. Juga bersama dengan pasukan-Nya di segala zaman dan masa, maka dimensi kehidupan ini pun sangat berubah! Aku tidak pernah sendirian berjalan di dunia ini. Ada satu rombongan menyertai aku di dalam perjalanan.
Apa yang terjadi di dalam hidup saya, itu mempengaruhi persekutuan dengan Allah yang hadir di dalam hidup ini. Masalah yang kuhadapi itu bukan hanya masalahku, melainkan masalahku dengan Tuhan dan pasukannya yang hadir di dalam hidupku. Pemahaman ini didasarkan pada ungkapan yang dikatakan Paulus: “Hidup ini bukan lagi aku lagi, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku”. Jika Kristus yang hidup, Ia hidup di dalam aku, maka Yesus tidak hadir sendirian di dalam aku, tetapi Ia dan rombongannya, yakni orang-orang yang percaya kepada nama-Nya. Itu pun bukan hanya orang percaya di zaman ini, tetapi dari seantero dunia yang ada.
Premis seperti yang sudah diutarakan di atas merubah pandangan kita atas dunia dan atas sesama. Alam semesta ini bukan sesuatu yang harus dieksploitasi, melainkan sebuah rumah tinggal bagi kita. Apa yang saya boleh ambil dari kekayaan alam ini, hanyalah secukupnya. Sebab kekayaan itu bukan hanya diperuntukkan bagiku, tetapi bagi sesama. Sesama itu bukan hanya mereka yang hidup sekarang ini, tetapi juga mereka yang akan lahir di masa mendatang. Ada orang yang mengatakan: apa yang kita pakai sekarang ini, itu adalah pinjaman dari anak-anak kita di masa mendatang. Bukankah mereka adalah bagian dari persekutuan kita di dalam Tuhan?
Kita familiar dengan doa yang diajarkan Tuhan Yesus kepada kita: “Berilah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”. ‘Kami’ yang Tuhan maksudkan tentunya bukanlah aku dan seisi rumahku. ‘Kami’ yang dimaksud di sana ialah: seluruh komunitas kita, yakni umat manusia. Allah memberikan kepada kita sesuatu, pada dasarnya semuanya itu adalah dalam rangka persekutuan. Allah memberikan kepada saya kemampuan merenungkan perkara rohani. Allah memberikan kepada saya hal itu bukan supaya saya pintar sendiri. Semua itu harus dibagikan kepada sesama, agar sesama itu menjadi pintar sama seperti saya telah menikmatinya. Demikian juga dengan harta lainnya yang ada dalam bentuk materi.
Tetapi bukan hal seperti itu yang terlihat sekarang di dunia nyata. Kita melihat eksploitasi manusia atas manusia. Orang kaya semakin kaya, sementara orang miskin tambah miskin. Manusia hanya memikirkan diri sendiri. Inilah penyakit yang sangat mempengaruhi seluruh umat manusia sekarang ini. Pada hal, tidak ada seorang pun sekarang ini dapat hidup sendirian. Kita begitu tergantung kepada orang lain yang menopang kehidupan pribadi kita.
Pertobatan yang sesungguhnya yang diminta Tuhan untuk kita lakukan ialah: perpalingan dari diri sendiri, lalu masuk ke dalam persekutuan yang disediakan Allah bagi kita, yakni Gereja-Nya. Di sana kita dikuduskan, dibenarkan, diselamatkan dan diberi hikmat untuk menjalani kehidupan ini seturut kehendak Dia yang menjadi kepala dari persekutuan itu.
Tatkala aku memalingkan penglihatanku dari diri sendiri dan diarahkan kepada orang lain, maka aku diubahkan menjadi serupa dengan Kristus. Kristus yang mengalihkan perhatian-Nya kepada dari diri-Nya sendiri kepada orang lain. Salah satu fakta yang sangat indah dari hidup Yesus di dunia ini, Ia memberikan diri-Nya kepada semua orang. Ia menikmati persekutuan dengan semua orang, khususnya kaum marjinal. Ia memberikan pengharapan baru kepada orang yang tidak punya pengharapan. Ia menjadi sahabat bagi semua orang.
Orang Kristen dihadirkan Allah di dunia ini untuk menghadirkan persekutuan yang dapat menampung semua orang dari segala bangsa, kaum dan bahasa. Kita dipersatukan di hadapan tahta kasih karunia Allah.
Selamat menikmati persekutuan.

20/06/12

Keselamatan Adalah Anugerah



Keselamatan Adalah anugerah
Kasih Karunia
Defenisi dari kasih karunia ialah: sebuah pemberian yang pada dasarnya kita tidak layak untuk menerimanya. Hal itu terlihat di dalam kisah di bawah ini.
Satu keluarga kecil sedang berkendaraan dengan mobil mereka di jalan bebas hambatan. Keluarga kecil ini terdiri dari seorang bapa, ibu dan seorang anak kecil. Si kecil duduk di bangku belakang mobil, sebab demikianlah undang yang berlaku di negeri Paman Sam. Mereka berdendang ria di dalam kendaraan tersebut, seraya menikmati hari libur mereka. Tiba-tiba, sebuah kendaraan trailer yang datang dari arah berlawanan menyeberang batas pemisah dua jalan di jalan bebas hambatan tersebut. Seketika itu juga, mobil kecil yang dikendarai keluarga ini tabrakan dengan truk trailer besar! Suami isteri yang duduk di depan tewas seketika, sementara sang anak yang duduk di belakang masih hidup, namun ia sudah pingsan. Ada orang yang berusaha untuk menarik dia dari rongsokan mobil tersebut, sebelum mobil itu terbakar. Syukur, ia dapat tertolong dan segera di bawa ke rumah sakit. Anak itu ternyata sedang koma.
Sang kakek diberi tahu, tentang keberadaan cucunya yang sedang koma di rumah sakit. Ia juga diberi tahu bahwa anak dan menantunya sudah meninggal dunia di dalam kecelakaan lalu lintas tersebut. Sesegera mungkin ia mengunjungi cucunya yang sedang dirawat di rumah sakit! Di lubuk hati sang kakek yang sudah sendirian, oleh karena di tinggal isteri, sekarang pun ditinggal anak dan menantunya, sangat marah terhadap supir truk yang sedang mabuk mengendarai truknya. Sang sopir di tahan di dalam penjara.
Sang kakek merenungkan peristiwa tersebut di dalam hatinya. Ia mengingat perkataan Tuhan Yesus di dalam Injil Matius yang mengatakan: “Jika pipi kananmu di tampar orang, berilah pipi kiri”. Supir truk itu telah menampar pipi kanan sang kakek. Maka sebagai orang percaya, ia tidak dapat membalas tamparan tersebut dengan tamparan lagi kepada sang supir! Kakek itu harus memberikan kepada sang supir pipi kirinya. Pipi kiri’ itu adalah sesuatu yang tidak layak diterima oleh supir tadi. Secara normatif yang layak diterimanya ialah: penghukuman. Itulah sebabnya pemerintah menangkap dia dan memasukkan dia ke dalam penjara.
Sekarang sang kakek akan memberikan kepada sang supir apa yang tidak layak diterimanya, yakni: pengampunan. Pengampunan di sini menjadi kasih karunia! Kakek itu mengunjungi sang supir di penjara dan memberitahukan kepadanya bahwa ia adalah orang tua dari keluarga yang mati karena kesalahannya. Ia adalah kakek dari anak yang sedang koma di rumah sakit karena kesalahannya. Namun, ia datang untuk memberitahukan kepadanya bahwa di dalam lubuk hatinya yang paling dalam ada belas kasihan kepadanya dan oleh karena itu ia mengampuni kesalahannya. Itulah kasih karunia.

Dosa
Alkitab dengan tegas mengatakan bahwa semua orang telah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah (Rom 3:23). Masalah yang perlu kita soroti sekarang ialah: apa itu dosa? Orang memahami dosa sebagai sesuatu yang bersifat moral. Dosa itu adalah mencuri, berdusta, membunuh dan lain sebagainya. Pandangan Alkitab tentang dosa sungguh sangat jauh berbeda dari pada pandangan manusia modern sekarang ini. Dosa secara harfiah artinya ialah: menyimpang. Baik bahasa Ibrani, maupun bahasa Yunani, maknanya sama. Ibarat sebuah anak panah dilepaskan dari busurnya. Jika anak panah itu menyimpang dari arah yang dirancang semula, maka tidak ada kemampuan di dalam anak panah tersebut untuk membalikkan dia ke arah semula.
Demikian juga dengan manusia. Jika manusia telah jatuh ke dalam dosa, maka tidak ada di dalam diri manusia itu kemampuan untuk mengembalikan kepada rencana Allah semula. Orang sering mengatakan bahwa pertobatan adalah jalan masuk kembali ke dalam rencana Allah. Ya, itu benar. Tetapi pertobatan itu pun adalah kasih karunia Allah. Sangat jelas Yesus mengatakan bahwa: “tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman” Yoh 6:44. Orang bertobat disebabkan Roh Kudus bekerja di dalam hatinya untuk mendorong dia mengambil keputusan untuk bertobat. Oleh karena itu, pertobatan bukanlah karya manusia, melainkan karya Allah sendiri.
Jadi, manusia tidak punya akses untuk kembali ke pada kemuliaan Allah. Pintu itu telah tertutup rapat bagi dirinya sendiri. Gambaran tentang hal itu kita lihat di dalam Adam dan Hawa di taman Eden. Tatkala Allah mengusir mereka keluar dari Taman Eden itu, maka taman itu ditutup Allah, serta malaikat di suruh menjaga, agar manusia itu tidak bisa masuk kembali ke taman tersebut Kej 3: 24. Di sinilah letak perbedaan iman Kristen dengan iman dari mereka yang memeluk agama lain. Agama lain mengajarkan bahwa keselamatan dari dosa dan maut dapat dicapai melalui perbuatan baik manusia. Dosa itu dilihat hanyalah dari sudut pandang moral semata-mata. Jika dosa hanyalah masalah moral, maka memang ia dapat diperbaharui oleh manusia itu sendiri.

Dosa bukan masalah moral
Sayang seribu kali sayang, dosa pertama-tama bukan masalah moral. Dosa adalah masalah relasi dengan Allah. Orang yang bergaul dengan Allah, mereka akan menikmati kemuliaan Allah. Dosa membuat kita kehilangan kemuliaan Allah. Di satu sisi, kita tidak dapat mengambil kemuliaan Allah itu bagi diri kita sendiri. Allah yang akan memberikan itu kepada kita. Dalam Alkitab diajarkan kepada kita bahwa jalan kita untuk mendapatkan kembali kemuliaan Allah yang telah hilang dari hidup kita itu ialah: percaya kepada Yesus Kristus Tuhan kita.
Kita akan menyoroti akibat dari keberdosaan manusia sebagaimana diuraikan Paulus dalam suratnya kepada jemaat Roma, dalam Roma Pasal 1-3. Dalam 1:24-32 Paulus menggambarkan akibat dosa itu di dalam kehidupan manusia. Paulus mengatakan bahwa manusia diserahkan Allah kepada keinginan hati mereka. Ungkapan ini tiga kali disebutkan Paulus dalam paragraf tersebut. Kita akan menyorotinya sejenak.

1             Ungkapan yang pertama disebutkan dalam ayat 24.
Akibatnya, manusia mengambil tindakan yang menyimpang dengan menyembah sesuatu yang bukan Allah sebagai ilah. Pada hal, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, manusia memiliki kesadaran akan adanya Allah yang harus dia sembah. Dengan jalan demikian, manusia justru mencemarkan dirinya sendiri. Kata yang dipakai di dalam KJV ialah: dishonor, menggambarkan menghinakan dirinya sendiri. Allah memberikan kemuliaan kepada manusia itu, sementara keberdosaan manusia membuat ia menjadi orang yang tidak mulia.

2             Ungkapan yang kedua terdapat di dalam 1:26.
Akibatnya dikatakan Paulus ialah: manusia memiliki perilaku yang menyimpang. Contohnya ialah: homoseksual dan lesbian. Perilaku ini adalah produk dari dosa. Paulus menggambarkan perilaku ini dengan sebutan: mengganti yang wajar dengan yang tidak wajar. Tatkala manusia diserahkan Allah ke dalam keinginan hatinya, maka manusia itu jatuh ke dalam lembah kemerosotan moral. Manusia mengganti relasi yang wajar menjadi sesuatu yang tidak wajar? Di sekitar kita sekarang ini kita melihat ketidakwajaran menjadi sesuatu yang wajar di tengah-tengah masyarakat. Hal ini berlaku di semua lini kehidupan.

3             Ungkapan yang ketiga terdapat di dalam 1:28.
Akibatnya ialah: pola pikir manusia menjadi menyimpang. Paulus menggambarkannya dengan sebutan: melakukan apa yang tidak pantas. Paulus membuat rinciannya sebagai contoh semata-mata, yakni: “ penuh dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan”. Mereka adalah pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, congkak, sombong, pandai dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua, tidak berakal, tidak setia, tidak penyayang, tidak mengenal belas kasihan” Selanjutnya Paulus menambahkan bahwa sekalipun ada orang tidak melakukannya, tetapi mereka setuju dengan tindakan seperti itu 1:32.

Argumen I
Mungkin akan ada orang mengatakan bahwa orang-orang yang tidak beragamalah yang melakukan hal seperti itu. Kami orang yang beragama, tidak akan melakukan hal seperti itu. Untuk orang yang beragama, Paulus membukakan keberdosaan mereka di dalam pasal 2. Paulus memakai orang Yahudi sebagai perwakilan dari orang beragama di sepanjang zaman.

Argumen II
Terhadap orang Yahudi yang sangat taat di dalam melakukan syariat keagamaan mereka, Paulus mengatakan: “Engkau yang mengajar: "Jangan mencuri," mengapa engkau sendiri mencuri? Engkau yang berkata: "Jangan berzinah," mengapa engkau sendiri berzinah? Engkau yang jijik akan segala berhala, mengapa engkau sendiri merampok rumah berhala? Engkau bermegah atas hukum Taurat, mengapa engkau sendiri menghina Allah dengan melanggar hukum Taurat itu? Seperti ada tertulis: "Sebab oleh karena kamulah nama Allah dihujat di antara bangsa-bangsa lain." Orang yang beragama justru menghina Allah melalui perilaku mereka. Orang Yahudi menghina Allah melalui perilaku mereka. Hal ini dituduhkan nabi Yesaya kepada bangsa itu. Paulus mengutip Yes 52:5 untuk membenarkan argumennya.

Argumen III
Contoh yang diambil Paulus untuk menggambarkan keberdosaan orang beragama ialah: Hukum Taurat. Kita tahu bersama bahwa setiap perintah, dibaliknya ada larangan. Demikian juga sebaliknya. Tatkala dikatakan jangan mencuri, maka dibalik larangan itu ada suruhan. Orang beragama sering hanya menekankan sisi formal dari syariah agama mereka. Sisi makna dari hukum itu sering dilupakan. Mereka berpikir, tatkala secara formal tidak mencuri, maka mereka merasa sudah melakukan kehendak Allah yang tertuang di dalam hukum tersebut. Namun kenyataannya tidak demikian. Kita bahas sejenak contoh dari rasul Paulus. Jangan mencuri, kata rasul Paulus, tetapi ia terus menambahkan: mengapa engkau mencuri? Mencuri artinya mengambil barang orang lain yang bukan haknya. Itu larangannya.
Bagaimana dengan suruhan yang inklusif ada di dalam larangan itu? Suruhannya tentunya kosokbali dari larangan itu sendiri. Sisi suruhan dari larangan itu akan berbunyi sebagai berikut: pelihara barang orang lain! Jika kita tidak mengambil barang orang lain, tetapi membiarkan barang itu tidak terpelihara, maka tindakan itu menjadi pelanggaran atas hukum jangan mencuri! Yesus mengelaborasi hukum itu dengan perkataan sebagai berikut: “Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu? Luk 16:12. Hal yang sama dengan larangan untuk tidak berzinah dan hukum yang lainnya.

Pertobatan
Setiap agama menyuarakan pertobatan. Sementara pertobatan adalah sebuah perpalingan dari satu keberadaan. Namun, jelas manusia tidak akan sampai ke dalam perpalingan kepada kehendak Allah, sebab mustahil baginya untuk berpaling, sekalipun agamanya menuntut demikian! Mengapa demikian? Karena dosa itu sendiri telah berkuasa di dalam diri segenap manusia di muka bumi ini. Jadi tidak ada perbedaan dari orang beragama dengan orang yang tidak beragama. Mereka semua adalah orang yang berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Sangat luar biasa gambaran yang diberikan Paulus tentang keberdosaan manusia dari sudut pandang Allah. Ia menggambarkan hal itu di dalam surat Roma pasal 3.

Paulus mengatakan bahwa dari sudut pandang Allah.
1              Tidak ada seorang pun manusia itu yang berbuat baik, tidak seorang pun yang benar,
2              tidak seorang pun yang mencari Allah,
3              tidak ada seorang pun yang berakal budi dan semuanya tidak berguna. Maksud Paulus dengan istilah ‘tidak seorang pun’ itu mencakup orang yang beragama dan juga orang yang tidak perduli dengan agama.
Jadi, tidak ada jalan bagi manusia untuk kembali ke dalam persekutuan dengan Allah. Dosa bukan masalah moral, dosa adalah masalah relasi dengan Allah. Pintu masuk ke dalam persekutuan dengan Allah yang normal adalah iman kepada Yesus Kristus Tuhan kita. Tidak ada jalan lain selain Yesus Kristus.

Jalan Keluar
Dari sudut pandang manusia, tidak ada jalan untuk pulang! Namun, bagi Allah tidak ada yang mustahil. Alkitab mengatakan kepada kita bahwa Allah itu adalah kasih. Penulis Perjajian Baru memakai kata kasih yang tidak lazim dipakai oleh dunia Hellenis pada zaman itu, yakni agape! Para filsuf pada zaman itu memakai kata phileo untuk kasih. Misalnya, kata filsafat berasal dari dua kata, yakni phileo dan sofia, artinya cinta atau kasih kebenaran. Para penulis PB itu diilhami Roh Kudus memilih kata yang tidak lazim dipakai itu untuk menggambarkan kasih yang mereka bicarakan bukanlah kasih yang biasa dikenal oleh manusia.
Allah adalah Dia Yang Maha Kasih. Jika Dia Maha Kasih, maka tentulah ada yang dikasihi-Nya, Dia pun akan mengasihi dengan spirit kasih. Agustinus mengatakan tentang Trinitatis dengan ungkapan sebagai berikut: Ibi amor, ubi Trinitatis. Dimana ada kasih di situ ada Trinitatis. Allah adalah kasih, Di dalam Dia ada Dia Yang Dikasihi, Dia pun mengasihi dengan Spirit kasih. Kasih yang tidak lazim inilah yang didemonstrasikan Allah bagi manusia di dalam diri Yesus Kristus Tuhan kita.
Kasih itu didemonstrasikan Allah kepada kita justru tatkala kita masih di dalam dosa, tatkala kita masih lemah, kita masih seteru bagi Allah, karena keberdosaan kita. Hal ini diungkapkan Paulus dalam surat Roma, Rom 5:6-10. Kasih Allah itu mendamaikan kita dengan Diri-Nya sendiri. Adapun perwujudan dari kasih Allah atas umat manusia, ialah: Kristus Yesus mati untuk kita di kayu salib. Yohanes mengungkapkannya dengan mengatakan: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” Yoh 3:16.
Karena manusia tidak mendapatkan jalan keluar dari keberdosaannya, maka Allah sendiri dalam kasih karunia-Nya bertindak untuk mengeluarkan manusia itu dari keberdosaan-Nya. Nabi Yesaya mengatakan bahwa bukan utusan yang disuruh Allah untuk membebaskan umat-Nya dari pergumulannya, melainkan Dia sendiri yang turun tangan untuk menyelamatkan umat pilihan-Nya itu! “Dalam segala kesesakan mereka. Bukan seorang duta atau utusan, melainkan Ia sendirilah yang menyelamatkan mereka; Dialah yang menebus mereka dalam kasih-Nya dan belas kasihan-Nya. Ia mengangkat dan menggendong mereka selama zaman dahulu kala” Yes 63:9.
Inilah  pernyataan kasih Allah yang tidak ada taranya di seantero sejarah umat manusia. Jika agama-agama lain mengajarkan keselamatan adalah usaha manusia untuk melepaskan dirinya dari keberdosaannya, maka Alkitab menyaksikan lain. Allah sendiri yang bertindak dengan jalan Yesus mati di kayu salib untuk menggantikan kita menerima hukuman Allah atas keberdosaan manusia.

Respon Manusia
Tatkala Tuhan Yesus datang ke dunia di tengah-tangah bangsa Israel, Ia datang kepada umat pilihan Allah. Ia datang kepada umat kepunyaan-Nya sendiri. kepada mereka yang telah menjadi umat kepunyaan-Nya sendiri itu, Yohanes berkata: “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya” Yoh 1:12. Yesus datang juga untuk orang Kristen! orang Kristen pun harus menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan juruselamatnya yang hidup. Thomas adalah contoh yang sangat pas untuk kita kedepankan di sini. Ia adalah seorang yang ditetapkan Yesus sebagai rasul! Ia bukan seorang penyembah berhala. Namun, ia harus membuat sebuah penyakuan yang sangat baru di dalam relasinya dengan Tuhan yang diikutinya. Ia berkata: “Tuhanku dan Allahku”.
Kita pun haruslah demikian juga. Tak peduli kita sudah Kristen ribuan tahun  yang lalu. Tatkala kita diperhadapkan dengan Tuhan Yesus Kristus, maka kita diminta untuk membuat sebuah pengakuan pribadi seperti apa yang dilakukan oleh Thomas. Hanya kepada mereka yang telah mengungkapkan sebuah pengakuan pribadi tentang siapa Yesus di dalam hidupnyalah mereka yang akan dikategorikan menjadi murid-murid Kristus. Pengakuan itu adalah sebuah pernyataan iman kepada Dia yang kita akui sebagai Tuhan dan Allah kita.

Iman
sudah kita paparkan di atas bahwa jalan masuk ke dalam persekutuan yang seharusnya dengan Allah ialah membuat sebuah pernyataan iman. Apakah iman itu? kata iman di dalam bahasa Ibrani ialah: amān. kata dasarnya ialah: amen. Artinya secara harfiah ialah: ya, demikianlah adanya. Sebagai contoh bagi kita untuk memahami makna dari kata amen, kita melihat sebuah upacara yang digambarkan di dalam kitab Bilangan, Bil 5:11-31. Perempuan itu akan dikutuki imam, lalu si perempuan itu akan mengatakan: amin, amin. dari situ sangat jelas,makna dari kata amin adalah ya demikianlah adanya. jadi tatkala kita beriman kepada Yesus Kristus, maka pada hakekatnya iman kita kepada-Nya adalah sebuah pernyataan bahwa kita mengiyakan apa yang dikerjakan-Nya bagi kita.
Dengan beriman kepada Yesus Kristus, itu berarti kita membenarkan, mengiyakan apa yang dilakukan Yesus itu, Dia lakukan bagi kita. Ia mati bagi kita, Ia bangkit bagi kita, dan Ia naik ke surga juga untuk kita. satu hari Ia akan datang kelak, Ia datang dalam rangka menjemput kita, agar kita bersama dengan Dia di surga! Itulah hakekat dari iman kepada Yesus Kristus. Iman itu juga adalah kasih karunia. Tentang hal ini Paulus mengatakannya dalam Ef 2:8-9, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.

Produk dari Iman
Iman adalah pemberian Allah, iman bukan berasal dari diri manusia itu sendiri. Kita sudah katakan di atas, keberdosaan kita membuat kita menyimpang dari alur yang dikehendaki Allah. Sementara iman membuat kita menjadi orang yang berada di dalam relasi yang benar dengan Allah. Oleh karena itu, iman adalah sebuah anugerah bagi kita.
Kita akan melihat apa yang dihasilkan iman kepada Yesus Kristus bagi kita, sebagaimana diuraikan Paulus di dalam Rom 5:1-5. Setelah menguraikan secara panjang lebar tentang makna beriman di dalam Yesus Kristus dalam pasal yang sebelumnya, maka di dalam pasal 5 ini Paulus menguraikan produk dari iman itu di dalam kehidupan orang yang beriman. Paulus memulai dengan dibenarkan. Orang benar itu adalah orang yang dibenarkan Allah. Itu berarti orang yang tidak bersalah di hadapan sang Hakim Agung di dalam alam semesta ini. Kita adalah orang benar, karena iman kita di dalam Yesus Kristus. Kamus Alkitab memberi batasan apa artinya benar! Benar artinya ialah: berada dalam hubungan yang seharusnya dengan Allah. Itu berarti, kita telah mendapatkan relasi yang seharusnya dengan Allah, oleh karena iman yang dikaruniakan Allah kepada kita.
1              Bukan saya yang memperbaiki hubungan yang rusak dengan Allah, melainkan Allah sendiri. Saya hanya menerima itu secara cuma-cuma! Setiap orang yang beriman seyogianya dapat berkata dengan segenap hatinya: “hubungan saya dengan Allah sudah pulih sebagaimana mestinya! Di mata Allah, saya adalah orang benar! Itu kesaksian Alkitab!
2              Produk yang kedua ialah: kita mendapatkan syalom dengan Allah! Kata yang dipakai Paulus ialah: damai sejahtera! Kata itu dalam bahasa Yunani adalah eirene! Kata ini padanannya dalam bahasa Ibrani ialah: syalom. Sementara syalom artinya lebih dari pada damai sejahtera. Syalom menurut Karen Armstrong artinya ialah: utuh, bulat. Relasi saya dengan Allah sudah bulat, dan utuh!
Syalom itu berarti tidak ada lagi masalah saya dengan Allah. Relasi sudah pulih kembali. Relasi yang pulih itu mengakibatkan tidak ada masalah lagi antara saya dengan Allah. Allah akan menerima saya dengan sukacita, sebab tidak ada lagi masalah dengan Dia. Ia akan menerima saya dengan sukacita, setiap kali saya datang kepada-Nya
3              Produk selanjutnya ialah: kita punya akses untuk masuk ke dalam kasih karunia Allah. Allah punya kasih karunia. Orang Yahudi meyebutnya dengan rahim Allah. Di dunia Timur Tengah pada masa lalu, rahim digambarkan sebagai sebuah tempat yang paling nyaman di seantero dunia. Sang jabang bayi yang tinggal di sana berada dalam keadaan damai yang sangat nyata. Ia terhindar dari segala masalah di dunia ini. Ibunya kepanasan, kedinginan dan lain sebagainya, ia tidak terpengaruh terhadap masalah tersebut.
Lagi pula, berdasarkan Mzm 136:13-15 orang Yahudi memahami bahwa tangan Allah sedang membentuk mereka di dalam rahim orang tua yang mengadung menggambarkan kepedulian Allah atas setiap anak. Sekarang kita berada di dalam rahim Allah. Kita berada di dalam satu tempat yang sangat aman di seantero dunia ini, yakni di dalam rahim Allah. Cf Nyanyian: it is well with my soul.
4              Produk yang keempat ialah: kita akan menerima kemuliaan Allah di dalam rahim Allah itu! Paulus mengatakan bahwa kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah. Bagian kita ialah kemuliaan Allah. Bukankah itu sesuatu yang amat luar biasa? Apa yang hilang karena keberdosaan kita, sekarang direstorasi di dalam hidup kita karena iman kepada Yesus Kristus Tuhan kita.

Penulis Surat Ibrani mengatakan bahwa di dunia sekarang ini kita telah mulai mencicipi kemuliaan ilahi itu! (Ibr 6:5). Berdasarkan ayat itu, Fanny J Crosby seorang penulis syair nyanyian rohani yang sangat terkenal menorehkan syairnya dengan perkataan sebagai berikut: “oh what afore taste of glory devine”. Di dunia sekarang ini, orang-orang beriman telah mulai menikmati kemuliaan Allah itu. Kita akan menerimanya dalam kepenuhannya di hari penghakiman.

5              Produk yang kelimat ialah: kita tidak hanya bermegah di dalam pengharapan akan menerima kemuliaan, tetapi kita juga bermegah di dalam penderitaan.
Seluruh umat manusia akan mengalami penderitaan di dalam hidupnya. Tak terkecuali orang beriman. Tetapi beda orang beriman dengan orang yang tidak beriman di dalam menghadapi penderitaan ialah: orang beriman menghadapi penderitaan dengan keyakinan yang kokoh, ia akan mengatasi dan memenangkan penderitaan itu dengan baik dan benar. Penderitaan akan menghasilkan tahan uji. Sementara tahan uji akan menghasilkan ketekunan dan ketekunan menghasilkan pengharapan, sementara pengharapan orang Kristen tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan ke dalam hati kita oleh Roh Kudus yang dijanjikan itu! Iman membuat semuanya menjadi sesuatu yang bermakna di dalam hidup inim entahkah itu sesuatu yang positif atau negatif. Anugerah Allah memungkinkannya.

Keselamatan
Pandangan Alkitab tentang keselamatan ialah: tatkala orang bebas dari pengaruh dosa, dan maut, maka ia disebut orang yang selamat. Pemahaman orang Yahudi tentang keselamatan pertama-tama ialah: kebebasan dari perbudakan di Mesir, juga kelepasan dari pembuangan Babel. Jadi keselamatan diartikan sebuah kemerdekaan dari sesuatu yang menindas kehidupan ini. Yesus Kristus mengajar kita bahwa manusia berada di dalam perbudakan dosa.
Sama seperti orang Israel tidak dapat membebaskan diri dari Mesir, juga dari pembuangan Babel, demikian jugalah orang tidak dapat membebaskan diri dari perbudakan dosa. Oleh karena itulah maka Tuhan Yesus datang ke dunia ini, agar Ia membebaskan manusia dari perbudakan dosa, bahkan dari ketakutan atas maut. Hal itu sangat jelas dikatakan oleh penulis surat Ibrani (Ibr 2:15).
Kita tidak hanya dimerdekakan dari dosa! Paulus menggambarkan sebuah pergulatan antara manusia lama dengan manusia baru dalam surat Roma pasal 7. Karya Yesus Kristus di kayu salib, juga memerdekakan kita dari diri sendiri. Diri kita sendiri adalah satu pribadi yang berdosa dan yang tidak tunduk kepada kehendak Allah. Keselamatan yang dikerjakan Yesus Kristus bagi kita, juga mencakup kelepasan dari diri sendiri. Allah di dalam Yesus Kristus mengerjakan sesuatu di dalam diri kita, dengan jalan menciptakan manusia baru di dalam diri kita. Cf II Kor 5: 17. Manusia baru itu dibahrui tiap-tiap hari oleh Roh Kudus yang diam di dalam diri kita. Dengan hadirinya Roh Kudus di dalam diri kita, maka Ia akan menuntun kita berjalan di dalam kekudusan sebagaimana mestinya.
Kesimpulan
Tatkala kita beriman kepada Kristus, kita dibenarkan di hidapan Allah. Itu berarti, kita dianggap Allah sebagai satu pribadi yang dosanya telah diselesaikan melalui korban Yesus Kristus. Dengan jalan demikian, maka terciptalah damai sejahtera antara kita dengan Allah. Itu berarti kita tidak punya masalah lagi dengan Allah. Sebagai produk lanjutannya, kita berada di dalam rahim Allah, selama kita hidup di dunia ini. Oleh karena itu, hidup kita sangat aman selama kita berada di dalam rahin Allah itu, apa pun yang terjadi di dalam kehidupan ini. Allah bekerja aktif untuk memungkinkan kita tetap berada di dalam rahim-Nya.
Di dalam rahim Allah itu kita akan mendapatkan kemuliaan Allah. Pun di dalam penderitaan yang mungkin akan kita alami, sisi positifnya akan kita nikmati juga karena kasih karunia Allah. Untuk menjamin keselamatan itu tetap ada di dalam hidup kita, maka Roh Kudus pun diberikan tinggal di dalam hidup kita, supaya Dia yang menuntun perlanan kita di dunia ini. Ia yang akan memungkinkan kita berjalan di dalam kekudusan yang seharusnya.

01/06/12

Doa




TUHAN AJARLAH AKU BERDOA


Pendahuluan

Kita semua pernah berdoa. Tidak ada seorang pun dari antara kita yang susah diminta untuk berdoa di dalam satu pertemuan yang diselenggarakan oleh Gereja kita. Namun satu hal yang pasti ialah: tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat mengatakan bahwa ia pintar berdoa. Walaupun ia dapat mengatakan hal itu dari lubuk hatinya yang paling dalam, tetapi pandangan Alkitab bertentangan dengan apa yang dikatakannya. Paulus berkata dalam surat Roma, “Kita tidak tahu bagaimana seharusnya berdoa” Rom 8:26. Paulus memakai kata kita. Itu berarti ia pun turut serta dalam kelompok yang tidak tahu bagaimana seharusnya berdoa. Oleh karena itu, judul dari sesi ini sangat tepat. Tuhan ajarlah aku berdoa.

Rasul Yakobus mengatakan bahwa doa orang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya Yak 5:16. Sebagai seorang yang melayani Tuhan, sebagai seorang murid yang menggantungkan diri pada Tuhan dalam pelayanannya, maka kita sesungguhnya adalah seorang pendoa yang tangguh. Kita akan belajar tentang doa dalam sesi ini. Sebagai seorang yang beriman, dari Gereja Protestant, maka kita mengenal doa itu adalah sebuah bentuk komunikasi dengan Tuhan. Dalam dan melalui doa, kita mengutarakan isi hati kita kepada Tuhan. Tatkala kita mengutarakan isi hati kita itu dalam doa, maka orang mengatakan kita sedang engekspresikan diri kita kepada Allah melalui doa. Itulah bentuk doa yang kita kenal dan biasa dilakukan oleh orang Protestant. Bagi orang beragama lain, seperti Yahudi, Islam dan agama lainnya, termasuk Katolik, mereka mengenal sisi lain dari sebuah doa. Orang menyebutnya dengan doa empaty. Perbedaan antara doa ekspresi dan empati ialah: yang pertama, ada keinginan yang akan diutarakan kepada Allah. Itu berarti hati lebih dahulu, baru kata-kata mengikut di belakang. Sementara yang kedua bentuknya adalah sebaliknya, kata lebih dahulu, baru kemudian hati.

Ekspresi dan Empati

Tatkala seseorang menaikkan doa permohonan, ia mengungkapkan apa isi hatinya, pengharapannya kepada Allah yang dia puja dan dia sembah. Pengharapannya itu adalah sesuatu yang lebih besar dari apa yang dia alami tatkala ia berdoa. Dari sudut pandang filosofis, pengharapan yang lebih besar dari apa yang dialami sekarang ini disebut namanya transendensi manusia. Seorang teolog dan filosof Yahudi yang namanya Abraham J Heschel mengatakan demikian dalam bukunya Between God and Man. Allah adalah Dia yang transendent bagi manusia. Jadi tatkala seseorang berdoa, pada hakekatnya ia masuk ke dalam satu keadaan yang lebih besar dari dirinya sendiri. Tatkala kita berdoa, sebuah kesadaran bahwa kita memasuki aras yang transendent – keadaan yang melampaui diri sendiri – menjadi tempat berpijak bagi diri sendiri. Tatkala kita berdoa, kita berhadapan dengan Allah yang transendent.

Tatkala kita berdoa, yang berbicara kepada Allah bukanlah mulut kita yang mengucapkan kata-kata, tetapi hati kita yang berbicara kepada Allah. Itulah sebabnya Roh Kudus harus menolong kita di dalam berdoa, sebab jika hanya kata-kata saja yang keluar dari mulut kita, maka kata-kata itu tidak sampai ke aras transendent. John Bunyan seorang hamba Tuhan yang besar dari Inggris mengatakan: “lebih baik engkau datang kepada Allah tanpa kata-kata, tetapi dengan hati, ketimbang dengan kata-kata tetapi tanpa hati”. Hati yang berbicara kepada Allah tanpa kata-kata itulah sebuah doa empaty. Jalan mendapatkannya ialah: kata-kata yang direnungkan di dalam hati, lalu kita tertangkap dengan sebuah kata dalam doa itu. Abraham Heschel mengatakan: “sebuah pemikiran menjadi keinginan, keinginan jadi kerinduan, kerinduan jadi hasrat, hasrat jadi penantian, penantian jadi sebuah penglihatan. Langkah-langkah ini menjadi wujud dari sikap hati orang yang berdoa”. Ada orang yang mengatakan lebih baik berdoa sejenak, tetapi dengan doa yang bermakna, ketimbang doa panjang-panjang tetapi tanpa makna. Doa dengan hati. Orang Batak di zaman dahulu mengatakan tarikan nafas panjang bisa menjadi doa – hoi sada pe boi do gabe tangiang.

Marilah kita buat sebuah contoh. Siapakah orang yang paling pas mengutarakan deritanya dalam doa? Menurut para ahli, orang itu ialah orang yang sudah sampai pada level tidak lagi dapat mengatakan deritanya dengan kata-kata. Itulah orang yang kita katakan di atas marhoi sada. Menurut para ahli itu, orang tersebut baru di level satu. Orang yang berada di level dua ialah: orang yang tidak dapat mengatakan sama sekali deritanya di hadapan Allah. Namun ia datang tanpa kata-kata. Nabi Yesaya mengungkapkan hal ini; “Sebab beginilah firman Yang Mahatinggi dan Yang Mahamulia, yang bersemayam untuk selamanya dan Yang Maha Kudus nama-Nya: "Aku bersemayam di tempat tinggi dan di tempat kudus tetapi juga bersama-sama orang yang remuk dan rendah hati, untuk menghidupkan semangat orang-orang yang rendah hati dan untuk menghidupkan hati orang-orang yang remuk” Yes 57:15. Level yang tertinggi yakni di level tiga ialah orang yang mengubah derita yang dialaminya menjadi nyanyian atau tarian, sebagaimana diakui oleh pemazmur. “Aku yang meratap telah Kauubah menjadi orang yang menari-nari...” Mzm 30:12. Orang Batak mengatakan: ndada tartangishon, inang na lambok malilu, tumagonan ma tinortorhon o, among e”. Ungkapan seperti itu di hadirat Allah merupakan sebuah doa empati yang punya makna. Jika kita pakai apa yang dikatakan Abraham J Heschel di atas, itu berarti sudah sampai kepada ranah penglihatan.

Tatkala saudara melihat sesuatu yang ditunjukkan Allah, saudara menjadi bagian dari apa yang terlihat itu. Untuk dapat memahami maksud dari pernyataan ini, kita buat sebuah contoh. Ada seorang balerina dari Uni Soviet menarikan sebuah tarian ballet yang sungguh sangat mengagumkan penonton. Hadirin membuat standing applause untuk penampilannya. Setelah pertunjukan selesai, seorang wartawan mewawancarai sang balerina dan mengajukan pertanyaan: “apa arti dari tarian tadi”? Tanya sang wartawan. Balerina itu menjawab: “Apa artinya? Jika aku tahu artinya, aku tidak akan menarikannya”. Balerina itu tidak tahu apa arti dari tariannya, tetapi ia menarikannya. Sesuatu yang lebih besar dari dirinya telah ia tarikan. Ia menjadi bagian dari tari itu, tetapi ia tidak mampu menerangkan apa arti dari tari itu sendiri. Pola seperti itu dapat kita miliki melalui doa empati.

Tahu Siapa Dia

Ada satu syarat yang mutlak harus dipenuhi tatkala kita berdoa, yakni: kita harus tahu siapa yang kita hadapi. Kata tahu di sini maknanya kita mengerti! Tatkala kita berdoa, ada sebuah kesadaran di lubuk hati kita yang paling dalam, kita tahu siapa yang kita hadapi. Kita tahu bahwa kita berhadapan dengan Bapa bagi kita di dalam Yesus Kristus Tuhan kita. Masalah yang perlu dibenahi ialah: siapa itu Bapa bagi kita! Tahukah saudara bahwa ia adalah Bapa yang sesungguhnya bagi saudara? Tahukah saudara apa artinya jika kita memanggil Dia Bapa? Pemahaman ini bukanlah sesuatu yang dapat dipelajari dalam sebuah kelas khusus. Pemahaman ini didapatkan di dalam perjalanan hidup yang disertai Allah sebagai Bapa bagi kita. Roh Kudus yang membukakan kepada kita pemahaman ini. Jika kita tidak paham siapa yang kita hadapi tatkala kita berdoa, maka ketidakadaan pemahaman itu akan membuat kwalitas doa kita pun setara dengan  pemahaman kita. Jika saudara tahu bahwa Dia yang saudara hadapi di dalam doa adalah satu pribadi yang jauh lebih besar dari diri saudara sendiri, jauh melampaui apa yang dapat kita kenal dari pengalaman kita di dunia ini, jauh lebih dari segala pengalaman orang di sepanjang zaman. Ia yang kita hadapi itu mau menyapa kita sebagai anak, bukankah kwalitas doa kita pun jauh lebih besar dari apa yang kita harapkan dan pikirkan? Paulus mengenal Allah seperti itu, maka dia mengatakan: “Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita Ef 3:20.

Tidak cukup kita tahu bahwa Ia yang kita hadapai itu adalah Bapa. Kita juga harus tahu siapa Bapa yang kita hadapi itu. Tatkala kita berdoa, kita tidak berhadapan dengan suatu kuasa yang sangat besar, jauh lebih besar dari pada yang dapat kita bayangkan. Jika demikian adanya, maka Dia yang kita hadapi itu adalah sesuatu yang kita tidak kenal. Tatkala kita berdoa, kita harus sadar bahwa yang kita hadapi itu adalah pribadi yang ada sama seperti saya ada. Jika saya tidak dapat memahami bahwa Allah adalah pribadi yang ada sama seperti saya ada, maka pada hakekatnya saya tidak berdoa sebagaimana yang diajarkan Alkitab kepada kita. Orang-orang penyembah berhala berdoa kepada ilahnya dengan pola pemahaman ilah itu adalah satu kekuatan yang sangat besar. Dia dapat memberkati dan memberikan kepada saya sesuatu yang saya minta, dimana saya tidak dapat memenuhinya. Kita tidak berdoa seperti itu.

Kita di zaman modern ini memahami makna kata bapa sebagai sesuatu yang bersifat pribadi. Bapa adalah orang tua kandung kita. Jika kita sapa orang lain sebagai bapa, itu adalah sebuah sopan santun belaka. Orang-orang kudus di zaman Alkitab memiliki pemahaman berbeda dengan kita sekarang ini. Kata bapa dibut pertama-tama kepada pemimpin kelompok mereka. Sang bapa itu yang melindungi keberadaan kelompok di mana kita berada. Apa yang terjadi terhadap bapa terjadi juga kepada anak-anaknya. Jika bapa itu dihormati orang, maka seluruh kelompoknya menerima kehormatan tersebut. Demikian juga sebaliknya. Jika saya mengakui seseorang itu adalah bapa bagi saya, itu berarti saya menjadi bagian dari orang yang ada di bawah asuhannya. Saya adalah anaknya. Jika saya tidak mau mengakui bahwa ia adalah bapa bagi saya, itu berarti saya tidak berada di dalam pengaruh orang itu lagi. Relasi seperti itu lebih terasa dalam istilah bapa dalam konteks zaman purba.

Allah itu adalah Bapa bagi kita. Ia yang membuat kita ada di dalam kelompoknya. Jadi, tatkala kita menyerukan kata Bapa kepada Dia, itu berarti kita ada dalam sekumpulan orang yang ada di dalam kuasanya. Kita tidak pernah sendirian tatkala kita menyerukan Allah itu Bapa. Doa pribadi jadi bermakna jika doa itu dijadikan menjadi doa kolektif. Itulah sebabnya kita perlu berdoa bersama. Doa seperti itu sangat kurang dialami oleh orang Protestant. Orang Katolik dan orang Pentakosta menikmati makna doa seperti ini. Kita mengalami doa kolektif hanya dalam doa syafaat dalam kebaktian. Itu pun kita cepat bosan di dalam mengikutinya.

Kita berhadapan dengan satu pribadi yang ada sama seperti saya ada. Ia saya sebut dengan sebutan ‘abba, ya bapa’. Jika orang Yahudi menyebut abba, makna dari kata itu sendiri pada hakekatnya ialah ‘papa’. Kita hanya menyebut papa pada satu orang, yaitu dia yang oleh karenanya, kita menjadi ada. Dengan Dia kita sekarang berhadapan dalam doa. Jika kita menyebut Allah itu ‘papa’, itu berarti Dia yang menyediakan segala sesuatu yang perlu bagi kita. Sama seperti papa di dunia ini menyediakan segala sesuatu, demikianlah Allah yang kita sapa sebagai ‘papa’ menyediakan segala sesuatu. Tatkala kita sadar akan hal itu, bukankah pada hakekatnya tidak perlu lagi kata-kata di hadapan dia yang adalah abba bagi kita? Memahami Allah sebagai abba, menjadikan doa itu sebagai sesuatu yang bersifat empati.

Jika kita berdoa, pada hakekatnya kita tidak pernah sendirian datang kepada Tuhan. Dari sudut pandang Tuhan, tatkala kita berdoa, pada moment yang sama, ada ribuan, mungkin jutaan orang yang datang kepada Allah dalam doa. Topik ini adalah sesuatu yang baru dalam pengalaman doa kita. Satu hal yang harus kita sadari ialah: kita adalah bagian dari satu persekutuan Kristen, yang berasal dari segala bangsa, suku, kaum dan bahasa. Pola pikir ini disebut orang dengan istilah pola  pikir yang holistik. Paulus menggambarkannya dengan istilah tubuh Kristus. Kita pada hakekatnya berjumpa dengan Allah dalam persekutuan orang-orang beriman yang datang kepada mereka di dalam Yesus Kristus. Nyanyian Buku Unde HKBP nomor 545 menyuarakannya: na saor do hita be dibaen Tuhantai. Ibana do tumobus au, rap dohot dongan i. Jika kita tidak pernah datang sendirian di  hadapan Allah yang adalah bapa bagi kita, maka kita pun datang bukan hanya dengan masalah kita semata-mata.

Dalam konteks melayani melalui doa, maka marilah kita belajar dari Imam Besar Perjanjian Lama. Dalam Kitab Keluaran pasal 28-29 Musa berbicara tentang pakaian Imam Besar. Kita tidak akan membahas seluruh pakaian imam besar itu. Salah satu dari pakaian yang dikenakan kepada imam besar ialah sepotong kain empat persegi. Di keempat ujungnya dibuatkan tali pengikat. Kain itu diikatkan dengan ketat ke dada imam besar. Kepada kain empat persegi itu diikatkan dua belas batu permata. Di tiap batu permata itu diukirkan nama suku Israel. Apa artinya itu bagi kita? Kain empat persegi itu berbicara tentang hati kita. Di hati itu ditanamkan nama dari orang yang kita layani. Nama itu sangat berharga di mata kita. Ingat, batu permata yang ditaruh di sana. Sebuah pertanyaan perlu diajukan kepada kita. Berhargakah nama dari orang yang saudara layani? Nama itu diukirkan di patu permata itu sehingga tidak akan dapat dihapus oleh siapa pun. Itulah tugas seorang imam besar. Itulah yang dilakukan Tuhan Yesus bagi kita.

Itu juga yang kita lakukan dalam skala kecil bagi orang yang kita layani. Ada satu lagi pakaian imam besar dalam bentuk yang mirip dengan tutup dada itu. Ada dua potong kain di taruh di kedua bahu imam besar itu. Sama seperti tutup dada, ditaruh sebuah batu permata di tiap bahu itu. Enam nama ditorehkan di batu yang satu, enam lagi di batu yang lain. Itu berarti setiap nama itu didukung imam besar di hadapan Allah. Itu juga yang dilakukan Yesus bagi kita, itu juga yang kita lakukan kepada orang yang kita layani. Ingatlah apa yang disuaraka Allah kepada bangsa Israel melalui nabi Yesaya, “Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu” Yes 46:4. Kita membawa nama itu di hadapan Allah dalam doa. Kain itu tidak pernah tanggal dari dada dan bahu imam besar. Tatkala kita berdoa, nama itu menyertai kita. Kita tidak hanya membawa orang itu dalam doa ekspresi, tetapi juga dalam doa empati kita.

Marilah kita belajar dari orang kudus dalam Alkitab, tentang bagaimana mereka berdoa di hadapan Allah. Kita mulai dari Nehemia. Diceriterakan dalam pasal 2 kitab Nehemia, ia berdoa. Ia menaikkan sebuah doa, pada waktu raja sedang mengajukan sebuah pertanyaan kepadanya. Raja bertanya, Nehemia harus memberi jawaban. Di antara waktu yang sangat sedikit itu, Nehemia berdoa kepada Allah semesta langit. Tidak ada kata-kata yang dia ucapkan, hanya hati yang naik ke hadirat Allah. Di waktu kesesakan datang, dimana tidak ada waktu untuk berdoa dengan kata-kata, kita dapat menaikkan doa sama seperti yang dinaikkan Nehemia. Untuk mengerti apa yang dinaikkan Nehemia dalam doa tanpa kata-kata itu, maka baiklah kita melihat doa yang diutarakannya dengan kata-kata dalam pasal satu. Doa dalam pasal satu itu menjadi doa yang senantiasa dinaikkannya siang dan malam. Doa ekspresi itu pada satu saat menjadi doa empati di hadapan Allah. Hasil dari doa diamnya Nehemia itu ialah: Raja memerintahkan Nehemia menjadi bupati di Yudea dan diberi tugas untuk membangun tembok Yerusalem. Itulah yang dipergumulkan Nehemia selama ini. Allah memberi kesempatan kepadanya untuk mewujudkannya.

Contoh Doa Dalam Alkitab

Contoh yang kedua tentang sebuah permohonan di hadapan Allah. Kita membuat perempuan Kanaan yang meminta agar Tuhan Yesus menyembuhkan anak perempuannya yang sedang sakit/ kisahnya dituturkan dalam Injil Mat 15:21-28. Dalam dialog antara Yesus dengan perempuan Kanaan ini ada sesuatu yang sangat penting bagi kita, tatkala kita berdoa di hadapan Allah. Perempuan itu tidak menyalahkan Yesus, tatkala ia dikategorikan dengan anjing. Memang orang Yahudi mempersamakan orang bukan Yahudi sebagai orang yang tidak bersih, atau dengan perkataan lain najis. Binatang naajis yang suka berkeliaran pada waktu itu adalah anjing, sehingga orang Yahudi suka mempersamakan orang non Yahudi dengan anjing. Maksudnya sangat jelas, orang itu bukan bagian dari persekutuan umat Allah. Tatkala Yesus mengatakan bahwa tidak baik mengambil roti dari seorang anak dan memberikannya kepada anjing, perempuan itu membenarkan apa yang dikatakan Tuhan Yesus. Tetapi setelah itu ia memenuhi mulutnya dengan sebuah argumentasi. Ia mengatakan bahwa sekalipun anjing itu tidak kebagian roti yang diperuntukkan bagi anak, tetapi bukan berarti anjing itu tidak dapat sama sekali dari roti tersebut. Setiap roti yang dimakan anak-anak akan ada remah-remahnya. Kesadaran inilah yang mendorong perempuan tersebut meminta kepada Tuhan Yesus. Aku tidak minta rotinya, seolah-olah ia mengatakan demikian. Aku memang tidak berhak untuk itu. Tetapi setiap roti ada remah-remahnya. Itu untuk aku. Pemikiran seperti itu yang ada di dalam benak perempuan Kanaan tadi . Yesus memuji perempuan itu sebagai orang yang punya iman yang besar. Latihlah berdoa seperti itu di hadapan Allah.

Contoh yang ketiga dari pemazmur Daud. Dalam Mzm 70:6 ia berkata: “Tetapi aku ini sengsara dan miskin ya Allah, segeralah datang! Engkaulah yang menolong aku dan meluputkan aku; ya TUHAN, janganlah lambat datang”! Daud mengatakan perkataan seperti itu, tatkala ia sedang mempersembahkan persembahan kepada Tuhan. Doa ini dipakai oleh orang Yahudi sebagai doa untuk minta pertolongan kepada Allah. Tatkala mereka mengetahui bahwa Daud yang menaikkan doa ini, mereka ingin mengadakan empati dengan Daud yang berdoa seperti ini. Tatkala mereka mengalami pengalaman dipersatukan dengan orang-orang yang mengalami kesesakan seperti Daud, maka mereka berharap akan menerima pelepasan sama seperti Daud dilepaskan Allah dari segala pergumulan hidupnya.

Saluran Kuasa Ilahi

Jika kita bicara tentang pelayanan, maka pada umumnya kita akan membicarakan metode, atau cara baru di dalam peningkatan pelayanan kita. Kita akan membicarakan bagaimana caranya supaya ibadah yang kita laksanakan itu disukai orang. Kita akan meniru apa yang dikerjakan orang lain. Dengan sebuah asumsi, itulah yang dikehendaki orang. Dengan disukainya acara itu, kita berharap orang akan mengalami perubahan melalui acara tersebut. Di sisi lain, Allah tidak tertarik dengan acara, melainkan Ia tertarik dengan orang! Tuhan menyatakan kepada Nabi Yehezkiel: “Aku mencari di tengah-tengah mereka seorang yang hendak mendirikan tembok atau yang mempertahankan negeri itu di hadapan-Ku, supaya jangan Kumusnahkan, tetapi Aku tidak menemuinya” Yeh 22:30. Tuhan tidak mencari cara-cara baru, melainakn orang yang mempertahankan kelompok itu di hadapan Allah! Itu berarti mempertahankan kelompok itu melalui doa. Demikian juga firman Allah dalam I Taw 16:9 “Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia. Dalam hal ini engkau telah berlaku bodoh, oleh sebab itu mulai sekarang ini engkau akan mengalami peperangan." Allah mencari satu orang yang bersungguh hati memperjuangkan kelompok itu di dalam doa.

Paulus dan Silas adalah orang yang tahu persis apa artinya sebuah doa. Hal itu dibuktikan dalam peristiwa yang mereka alami di penjara kota Filipi. Dengan punggung masih berdarah karena dicambuk serdadu Roma, mereka berdoa Kis 16:23-25. Paulus dan Silas, tatkala datang ke kota Tesalonika, orang Yahudi di  kota itu mengatakan: "Orang-orang yang mengacaukan seluruh dunia telah datang juga ke mari” Kis 17:6. Kata mengacaukan dalam bahasa Inggris disebut dengan kata: “Turn upside down”. Kata itu dapat diterjemahkan dengan: menjungkirbalikkan dunia. Orang-orang yang memahami makna doa, merekalah yang dptmenjungkirbalikkan dunia yang ada di hadapan mereka.

Orang Besar Dalam Doa

Martin Luther adalah orang yang besar dalam doa. Ia pernah berkata: “Jikalau saya gagal mengasingkan waktu selama dua jam di dalam doa setiap pagi, maka iblis mendapat kemenangan sepanjang hari. sekali pun saya mempunyai banyak sekali pekerjaan, namun saya tidak memulainya tanpa lebih dulu mengasingkan waktu tiga jam setiap hari di dalam doa.” Dari Martin Luther kita warisi ungkapan ini “dihorhon tangiang do satonga ni ulaon”.

George Muller diberitakan orang pernah berlayar dengan kapal uap di sungai Missisippi. Kapal tidak dapat berjalan karena kabut yang sangat tebal. Ia mendatangi ruangan kapten kapal untuk bertanya, mengapa kapal itu tidak berjalan. Kepadanya diberitahukan alasannya ialah: kabut tebal yang menghalangi pemandangan. Sang kapten menambahkan bahwa keadaan seperti ini bisa berlangsung beberapa hari. karena itu kita harus bersiap untuk menghadapi keadaan tersebut. Muller berkata kepada kapten kapal itu: “Besok aku harus berkhotbah di kota anu. Aku belum pernah terlambat melakukan tugasku selama ini. Oleh karena itu, marilah kita berdoa agar Tuhan turut campur tangan. Lalu mereka pun berdoa.

Setelah Muller selesai berdoa, kapten kapal itu ingin juga berdoa. Lalu Muller berkata: tak usah! Kapten kapal itu mengatakan mengapa ia tidak harus berdoa. Pertama: kau tidak percaya bahwa Allah dapat membuat kabut itu sirna dalam sekejab. Kedua, hal itu tidak perlu, sebab kabut itu sudah sirna. Jika engkau tidak percaya. Buka jendelamu dan lihatlah keluar. Kapten itu melakukan apa yang diminta Muller. Ia melihat kabut itu sudah sirna. Sejak itu kapten kapal itu bertobat. Dari dia kita mengetahui kisah tersebut.

John Welch, seorang pendeta Skotlandia yang saleh dan ternama, merasa hatinya sudah berlalu dengan sia-sia jika ia dk mengasingkan waktunya delapan atau sepuluh jam untuk berdoa. Mulailah nikmati waktu doa. Sebab doa mengubah hati kita, juga hari orang yang kita doakan. Jangan pernah bersandar kepada cara atau metode, doa yang mengubah dunia. Renungkanlah syair dari nyanyian ini: “Di doa ibuku, namaku disebut...”

Seringlah ini kukenang di masa yang berat,
di kala hidup mendesak dan nyaris ku sesat;
melintas gambar ibuku, sewaktu bertelut,
kembali sayup ku dengar, namaku disebut.


Rumah Allah

  Rumah Allah Ibrani 3:6 Tetapi Kristus setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya; dan rumah-Nya ialah kita, jika kita sampai kepada akhi...